ALIRAN
QADARIYAH
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Sejarah Pemikiran Kalam
Dosen
Pengampu: Siti Munawaroh Thowaf
Disusun
oleh :
Sani
Atuzzulfa (1604026016)
Ika
Fatkhiatul Azizah (1604026017)
Nur
Faizah (1604026019)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam sebagaimana dijumpai dalam
sejarah, ternyata tidak sesempit yang dipahami pada umumnya. Dalam sejarah
pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu aliran yang berkembang. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama-ulama kalam dalam
memahami ayat-ayat al-Qur’an. Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia
bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan ada pula ayat yang menunjukkan
bahwa segala yang terjadi itu ditentukan oleh Allah, bukan kewenangan manusia.
Dari perbedaan pendapat inilah lahir aliran Qadariyah dan Jabariyah.
Aliran
Qodariyah merupakan kelompok yang tidak mempercayai adanya ketetapan Allah SWT terhadap
suatu hal atau perkara. Mereka mempunyai kebebasan untuk melakukan apa saja yang
mereka kehendaki seperti halnya melakukan perbuatan baik ataupun jelek untuk
menentukan nasib hidupnya, bahagia atau sengsara. Sejarah lahirnya Qadariyah
tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan tentang bagaimana sejarah
munculnya aliran Qadariyah beserta argumen-argumennya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Qadariyah?
2. Bagaimana latar belakang munculnya Qadariyah?
3. Bagaimana paham Qadariyah?
4. Bagaimana pendapat Qadariyah?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Qadariyah.
2. Menjelaskan latar belakang munculnya Qadariyah.
3. Menjelaskan paham Qadariyah.
4. Menjelaskan pendapat Qadariyah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Qadariyah
Dalam pengertian
bahasa, Qadariyah berasal dari kata bahasa Arab “qadara” yang mempunyai
arti yaitu kuasa atau mampu, memuliakan atau mulia, ketentuan atau ukuran, dan
menyempitkan. Menurut istilah, Qadariyah adalah kelompok yang menolak qadar
(ketetapan Tuhan), yaitu kelompok yang tidak percaya adanya ketetapan Tuhan
terhadap segala urusan atau perkara. Mereka menolak kepercayaan bahwa Allah SWT
telah menetapkan segala urusan sebelum diciptakan.
Dalam
tinjauan filosofis, manusia bebas dan merdeka menentukan nasib perjalanan
hidupnya, bahagia atau sengsara, menjadi orang sesat atau mendapat hidayah,
memilih surga atau neraka. Menurut aliran ini, tiap-tiap hamba Allah SWT adalah
pencipta bagi segala perbuatannya, dia dapat berbuat segala sesuatu atau
meninggalkan atas kehendaknya sendiri. Dalam Tarikhu al-Fikri al-Falsafi fi
al-Islami, dikemukakan pendapat yang sama dengan ungkapan di atas bahwa
aliran Qadariyah adalah golongan yang berpegang pada kebebasan manusia memilih
dalam tindakannya dan merdeka dalam berkehendak.
Pemberian
nama Qadariyah bagi golongan ini, ternyata tidak disukai oleh para
pengikutnya. Menurut sebagian dari mereka, nama Qadariyah tidak pantas
bagi mereka, karena mereka menolak adanya qadar. Justru kelompok yang
percaya dan menetapkan adanya qadarlah yang paling berhak memakai nama itu.
Maksud mereka, golongan Jabariyah yang percaya penuh pada qadar Allah SWT yang
berhak menyandang nama itu.
Sebagian
besar orang berpendapat asal-usul nama Qadariyah menjadi nama bagi
golongan ini karena mereka menolak adanya qadar Allah dan menetapkan qadar bagi
mereka. Sebagian lain berkata, tidak ada larangan menamai sesuatu dengan
menggunakan nama yang bertentangan dengan isi nama itu sendiri.[1]
B.
Latar Belakang Munculnya Qadariyah
Ada perbedaan pendapat mengenai latar belakang kemunculan aliran
Qadariyah. Menurut Harun Nasution, kemunculan Qadariyah erat kaitannya dengan masalah
perbuatan manusia bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam
menentukan perjalanan hidupnya. Berbeda dengan Jabariyah, aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia
dapat berbuat sesuatu dan meninggalkannya atas dasar kehendaknya sendiri.
Manusia mempunyai qudrah untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan
berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar Tuhan.
Ibnu Taimiyah mengemukakan sejarah
timbulnya paham ini, Qadariyah muncul sebelum paham Jabariyah. Paham Qadariyah
muncul pada periode terakhir sahabat, yaitu ketika timbul perdebatan tentang
qadar dan ketetapan Tuhan. Terkait penolakan terhadap qadar ini, para ulama
Salaf dan para Imam telah membantah pendirian kaum Qadariyah, Jabariyah dan
bid’ah-bid’ah kedua golongan ini.
Menurut
Ibnu Nabatah, seorang ahli penulis kitab Syahral ‘uyun mengatakan bahwa
orang yang mula-mula mengembangkan paham Qadariyah adalah penduduk Irak. Pada
mulanya, ia seorang Nasrani kemudian masuk Islam dan akhirnya menjadi Nasrani
lagi. Dari orang inilah Ma’bad al-Juhani dan Ghailan ad-Dimasyqi mengambil
paham Qadariyah. Dapat dipahami bahwa pengaruh keyakinan Masehian mempengaruhi
munculnya aliran ini karena pada masa itu, kaum muslimin bersentuhan langsung
dengan penganut agama Yahudi dan Nasrani. Termasuk di dalamnya, muncul pengaruh
penafsiran Israiliyat terhadap ayat-ayat al-Qur’an.
Sesuai
pendapat di atas, Abu Zahrah lebih cenderung tidak merinci dan tidak memastikan
asal, timbul dan berkembangnya paham Qadariyah. Menurut Abu Zahrah, para ahli
sejarah pemikir Islam telah meneliti dan mengkaji lebih jauh mengenai siapakah
sebenarnya yang pertama kali mengajarkan paham ini, di daerah mana timbul dan
berkembang. Hanya saja, pedoman umum yang dapat dijadikan pegangan adalah bahwa
Basrah dan Iraklah tempat timbulnya dan berkembangnya paham Qadariyah.
Abu
Zahrah kemudian menyimpulkan bahwa kaum muslimin pada akhir masa
Khulafaurasyidin dan masa pemerintahan Muawiyah ramai membicarakan masalah qadla’
dan qadar. Sekelompok umat Islam sangat berlebihan dalam meniadakan hak memilih
bagi manusia, mereka adalah kaum Jabariyah. Sedangkan kaum Qadariyah juga
sangat berlebihan dengan pendapatnya bahwa semua perbuatan manusia adalah murni
keinginan manusia yang terlepas dari keinginan atau kehendak Tuhan.
Namun
demikian, meski para pakar berbeda pendapat tentang latar belakang kemunculan
aliran Qadariyah, para ahli sejarah hampir sepakat bahwa Ma’bad al-Juhani
adalah orang yang pertama kali di kalangan muslimin yang menyampaikan paham
yang menafikan qadar dan kekuasaan ketuhanan, dan ini terjadi pada masa akhir
periode sahabat.[2]
C.
Paham Qadariyah
Sebutan qadariyah sebenarnya merupakan ejekan terhadap pendapat
mereka, berdasarkan Hadits Nabi yang artinya : “Kaum Qadariyah adalah Majusi
Umat ini (Umat Islam)”. Demikian pula Hadits lain yang artinya : “Golongan
Qadariyah itu merupakan golongan yang menentang Allah dalam masalah qadar”.
Dikatakan
Majusinya umat Islam karena berpendapat bahwa Allah itu hanya berbuat baik
saja, sedang yang membuat kejahatan/keburukan adalah manusia atau syaithon. Faham
ini menimbulkan adanya dua pencipta, sebagaimana dalam agama Majusi
(Zoroaster), yaitu mempercayai adanya Tuhan kebaikan dan Tuhan kejahatan.[3]
Riwayat
Qadariyah ini sangat pendek, karena tokoh-tokohnya mati terbunuh dan terlibat
politik. Meskipun secara formil Qadariyah sudah tidak ada, namun pokok
pikirannya masih berkembang dan diteruskan oleh golongan Mu’tazilah. Oleh sebab
itu, golongan Mu’tazilah sering juga disebut Qadariyah. [4]
Imam Al Asy’ari memandang bahwa paham
Qadariyah atau Mu’tazilah adalah pengikut hawa nafsu, yang bertaqlid kepada
pemimpin-pemimpinnya, paham ini telah menyimpang dari kebenaran. Sedang Abdul Qohir
al Baghdadi menilai bahwa paham Qadariyah mengandung unsur-unsur bid’ah. Adapun
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa paham Qadariyah dan orang yang sepaham adalah
salah, begitu pula orang-orang yang menentangnya seperti Jahm ibnu Sofwan dan
pengikut-pengikutnya, sebab mereka tidak mengakui kebijaksanaan Allah di dalam
ciptaanNya, perintah-perintahNya, apalagi mereka menafikan belas kasih Allah
kepada hamba-hambaNya.
Kritik dan pendapat terhadap Qadariyah
seperti di atas dapat dipahami, mengingat apabila kita perhatikan ajaran-ajaran
Qadariyah, memang sangat berlebihan di dalam memberikan kemerdekaan kemauan dan
berbuat bagi manusia, sehingga menghilangkan sama sekali Qudrat dan Iradat
Allah. Hal ini karena tinjauannya hanya kepada ayat-ayat ikhtiari saja serta
memahaminya dengan kekuatan akal pikiran semata, tanpa memperhatikan ayat-ayat
yang menunjukkan adanya kekuasaan Tuhan. Apabila meninjau ayat-ayat al-Qur’an
secara menyeluruh, kiranya tidak akan berpendapat demikian.[5]
Paham Qadariyah menyebutkan bahwa manusia berkuasa
atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan seluruh
perbuatan baik dan jelek atas kehendak dan dayanya sendiri. Dari paham ini
dapat disimpulkan bahwa doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala
tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai
kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik
berbuat kebaikan atau kejahatan. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala
atas kebaikan yang ia lakukan dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas
kejahatan yang diperbuat.[6]
D.
Pendapat Qadariyah
Golongan
Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam
berbuat dan bertindak. Manusia berkuasa menetapkan perbuatan-perbuatannya
sendiri. Allah SWT tidak menciptakan perbuatan manusia dan tidak juga hewan.
Kehidupan bukan hasil ciptaan dan kekuasaan Tuhan.
Menurut
Ghailan, murid Ma’bad, manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Perbuatan
baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang
melakukannnya, atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya
sendiri.
Mereka
berkata :” kalau Tuhan adil, maka Dia akan menghukum orang yang salah dan
memberi pahala orang yang berbuat baik. Manusia harus bebas menentukan nasibnya
sendiri, memilih perbuatan mana yang baik dan mana pula yanag buruk. Kalau
Tuhan telah menentukan nasib manusia, berarti Tuhan dzalim. Oleh karena itu,
manusia harus bebas memilih perbuatannya, manusia harus mempunyai kebebasan
kehendak”.
Adapun pendapat-pendapatnya yang
lain adalah :
1.
Bahwa
Kalamullah (al-Qur’an) itu baru, oleh sebab itu adalah makhluk. Mereka
menta’wilkan ayat-ayat al-Qur’an dengan akal semata-mata, tidak mengambil dari
hadits Rasulullah maupun pendapat Salaf.
2.
Mereka
mengingkari adanya syafaat Nabi terhadap orang-orang yang berdosa, serta
menolak riwayat dari ulama Salaf tentang masalah tersebut.
3.
Menafikan
sifat-sifat Allah yang azali, seperti Ilmu, Kudrat, Hayat, dan lain-lain, juga
menolak riwayat bahwa manusia dapat melihat Allah dengan mata kepala sendiri di
akhirat nanti. Demikian pula menolak adanya siksa kubur.
4.
Mereka
berpendapat bahwa sesungguhnya Allah hanya berbuat baik saja, sedang yang
membuat buruk/jahat adalah syaithon.
5.
Orang
yang berdosa besar itu bukanlah kafir dan bukanlah mukmin, tapi fasik dan orang
fasik itu masuk neraka secara kekal.
Dari
pendapat-pendapat di atas dapatlah diketahui bahwa golongan Qadariyah sangat
menghargai akal pikiran manusia. Menempatkan ikhtiar manusia dalam status yang
tinggi, yang menentukan segala perbuatannya, menentukan nasib bagi dirinya.
Pahamnya tentang qadar ini bertentangan dengan paham jabariyah yang berlaku
dalam masyarakat. Oleh sebab itu, aliran Qadariyah ini mendapat tantangan yang
keras. Pemerintah memandang ajaran Qadariyah sangat berbahaya, sehingga harus
dibasmi dan tokoh-tokohnya ternyata dapat dibunuh.[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Beberapa
pakar berbeda pendapat tentang latar belakang kemunculan aliran Qadariyah. Akan
tetapi, para ahli sejarah hampir sepakat bahwa Ma’bad al-Juhani adalah orang
pertama di kalangan muslimin yang menyampaikan paham yang menafikan qadar dan
kekuasaan ketuhanan, dan ini terjadi pada masa akhir periode sahabat.
Paham Qadariyah menyebutkan bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan seluruh
perbuatan baik dan jelek atas kehendak dan dayanya sendiri. Dari paham ini
dapat disimpulkan bahwa doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala
tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.
Ajaran-ajaran Qadariyah memang sangat
berlebihan di dalam memberikan kemerdekaan kemauan dan berbuat bagi manusia,
sehingga menghilangkan sama sekali Qudrat dan Iradat Allah. Hal ini karena
tinjauannya hanya kepada ayat-ayat ikhtiari saja serta memahaminya dengan
kekuatan akal pikiran semata, tanpa memperhatikan ayat-ayat yang menunjukkan
adanya kekuasaan Tuhan. Apabila meninjau ayat-ayat al-Qur’an secara menyeluruh,
kiranya tidak akan berpendapat demikian.
Wallahu a’lamu bi al showaab.
DAFTAR
PUSTAKA
Burhanuddin,
Nunu. 2016. Ilmu Kalam dari Tauhid menuju Keadilan. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Ishak,
Muslim. 1988. Sejarah dan Perkembangan Theologi Islam. Semarang: Duta Grafika.
[1]
Nunu
Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid menuju Keadilan, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016).
[2]
Nunu
Burhanuddin, Ibid.
[3] Muslim Ishak, Sejarah
dan Perkembangan Theologi Islam, (Semarang: Duta Grafika, 1988), hlm
52-53.
[4] Muslim Ishak,
Ibid, hlm 51.
[5]
Muslim Ishak,
Ibid, hlm 53.
[6] Nunu
Burhanuddin, opcit.
[7] Muslim Ishak,
Ibid, hlm 51-52.
WynnBET - Casino in Las Vegas NV | JT Hub
BalasHapusJoin the fun 김포 출장마사지 at 공주 출장안마 WynnBET Casino in Las Vegas, NV and experience the excitement of Las 김해 출장안마 Vegas 울산광역 출장안마 for a 과천 출장안마 first-class casino gaming experience.