HADITS MURSAL
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Ulumul Hadits
Dosen
Pengampu: Mokhammad Sya’roni, M.Ag.
Disusun
oleh:
Ahmad Fauzi Almubarok (1604026014)
Muhammad Nailul Rifqi (1604026015)
Sani
Atuzzulfa (1604026016)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membahas
tentang hadits, banyak sekali pembagian dari hadits itu sendiri, ada pembagian hadits
yang berdasarkan jumlah sanadnya, persambungan sanadnya, kualitas sanad dan
matannya, tempat penyandarannya, kedudukan hujjah dan sifat sanadnya.
Hadits
dilihat dari segi persambungan sanadnya dibagi menjadi enam, yaitu hadits
Musnad, hadits Muttashil, hadits Munqathi’, hadits Mu’allaq, hadits Mursal, dan
hadits Mudallas. Sebab ke-dhaif-an suatu hadits bisa ditinjau dari segi
gugurnya perawi dan dari segi cacatnya perawi. Hadits Mursal sendiri merupakan
bagian dari hadits dhaif apabila ditinjau dari gugurnya perawi. Oleh karena
itu, pada makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang hadits Mursal pada
bab-bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadits Mursal?
2. Bagaimana contoh hadits
Mursal?
3. Bagaimana status hukum hadits
Mursal?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian hadits
Mursal.
2. Menjelaskan contoh hadits
Mursal.
3. Menjelaskan status hukum hadits
Mursal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Mursal
Dari segi bahasa, Mursal berasal dari Isim
Maf’ul yang diambil dari kata الإرسال yang diartikan terlepas atau bebas tanpa ada ikatan.
Hadits dinamakan mursal karena sanad-nya ada yang terlepas atau
gugur di kalangan sahabat atau tabi`i. Dalam istilah, al Mas’ûdi
memberikan definisi :
هو ما رَفعَهُ التَّابِعي ولو حُكْمًا الى النبيِّ صلى الله عليه وسلم
Hadits yang disandarkan
oleh seorang tabi’i sekalipun secara hukum kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam.
Jadi, hadits Mursal
adalah hadits yang diriwayatkan oleh tabi`i dari Nabi tanpa
menyebutkan penghubung seorang sahabat. Karena secara logika memang tidak
mungkin seorang tabi’i bertemu Rasul dan meriwayatkan hadits, yang bertemu
Rasul adalah sahabat. Dalam periwayatan hadits Mursal tanpa menyebutkan
nama seorang sahabat, atau periwayatan Mursal terjadi antar sahabat.
Misalnya, seorang sahabat A sebenarnya meriwayatkan hadits dari sahabat B, dan sahabat B ini
yang meriwayatkan hadits dari Rasul. Tetapi kemudian sahabat A berkata
meriwayatkan hadits dari Nabi tanpa menyebutkan sahabat B. Inilah yang
dimaksudkan definisi di atas periwayatan tabi’in secara hukum.
Periwayatan
Mursal antar para sahabat disebut Mursal Shahabi dan periwayatan Mursal
yang terjadi pada seorang tabi’i sebagaimana dalam definisi di atas disebut Mursal
Tabi’i. Di antara buku-buku tentang Hadits Mursal yaitu al-Marâsîl karya
Abu Dawud dan al-Marâsîl karya Ibn Abi Hatim.[1]
B.
Contoh Hadits Mursal
1.
Mursal Tabi’i
Kata Ibn Sa`ad:
memberitakan kepada kami Waki` bin al-Jarrah, memberitakan kepada kami
al-A`masy dari Abi Shalih berkata: Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
ياأيُّهَا
الناسُ إنِّما أنا رحمةٌ مُهْداةٌ
Wahai manusia sesungguhnya aku adalah rahmat yang
dihadiahkan.
Abi Shâlih al-Samân al-Zayyât adalah seorang tabi`i,
menyandarkan berita Hadits tersebut dari Nabi shallahu ‘alaihi wasallam tanpa
menjelaskan perantara seorang sahabat yang menghubungkan kepada Rasulullah shallahu
‘alaihi wasallam.
2.
Mursal Shahabi
Seperti
periwayatan Ibn Abbas berikut ini,
حديث ابن عباس : أن رسول الله صلي الله عليه وسلم خرج الي
مكة عام الفتح فصام حتي بلغ الكديد ثم أفطر فأفطر الناس
Pada saat Rasulullah shallahu ‘alaihi
wasallam sedang dalam perjalanan, sahabat Ibn Abbas tidak sedang bersama
Rasulullah melainkan sedang berada di Mekkah. Oleh karena itulah Sahabat Ibn
Abbas tidak menyaksikan kisah itu secara langsung dan ia hanya mendengar dari
sahabat yang lain.
Demikian
juga Abu Hurairah yang
terbanyak meriwayatkan Hadits, ia sering hanya menukil dari sahabat senior,
tetapi langsung mengatakan Nabi shallahu ‘alaihi wasallam bersabda begini atau
berbuat begini dan seterusnya.[2]
C.
Hukum Hadits
Mursal
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum hadits Mursal, yang
paling masyhur terdapat empat pendapat mengenai status hukum kehujjahannya,
antara lain :
1. Boleh dijadikan hujjah secara mutlak jika yang me-mursal-kannya
adalah seorang yang dipercaya keadilan dan kedhabitannya, ini merupakan
pendapat dari Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad ibn Hambal dan ulama’
lain.
2. Hadits Mursal para tabi’i senior dapat diterima dan
dijadikan hujjah apabila terdapat hadits Mursal dari jalur lain, atau dibantu
dengan perkataan sahabat, ini merupakan pendapat dari Imam Syafi’i
3. Tidak boleh dijadikan hujjah karena merupakan bagian dari
hadits Dho’if dan tidak diketahui sanad yang hilang antara tabi’i dan
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam, apakah cuma satu ataukah banyak, apakah
tsiqqoh ataukah tidak, ini merupakan pendapat dari mayoritas ulama’ Muhaddisin
karena lebih berhati-hati.
4. Pendapat yang keempat yaitu di tafsil. hukum
Mursal Tabi`î dapat dijadikan hujjah baik dalam hukum maupun
dalam hal lain, jika yang me-mursal-kannya seorang yang dipercaya keadilan dan ke-dhabith-annya
(tsiqah). Karena
orang tsiqah tidak mungkin me-mursal-kan hadits kecuali dari
orang tsiqah pula. Sedangkan kehujjahan Mursal Shahabi menurut
mayoritas muhadditsîn: shahih dapat dijadikan hujjah, karena para
sahabat semua bersifat adil dan periwayatan sahabat sangat langka dari tabi`in.[3]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits Mursal
adalah hadits yang diriwayatkan oleh tabi`i dari Nabi tanpa
menyebutkan penghubung seorang sahabat. Periwayatan Mursal antar para
sahabat disebut Mursal Shahabi dan periwayatan Mursal yang terjadi pada
seorang tabi’i disebut Mursal Tabi’i.
Ulama’
berbeda pendapat mengenai hukum hadits Mursal, diantaranya yaitu boleh
dijadikan hujjah (jika yang me-mursal-kannya adalah seorang yang
dipercaya keadilan dan kedhabitannya), dapat diterima dan dijadikan hujjah (apabila
terdapat hadits Mursal dari jalur lain atau dibantu dengan perkataan sahabat),
tidak boleh dijadikan hujjah (karena merupakan bagian dari hadits Dho’if dan
tidak diketahui sanad yang hilang antara tabi’i dan Rasulullah), dan Mursal Tabi`î
dapat dijadikan hujjah baik dalam hukum maupun dalam hal lain (jika yang
me-mursal-kannya seorang yang
dipercaya keadilan dan ke-dhabith-annya/tsiqah). Wallahu
a’lamu bi al showaab.
DAFTAR PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. 2010. Ilmu Hadits Madrasah Aliyah Program Keagamaan
Kelas XI.
Sattar, Adul. 2015. Ilmu Hadits. Semarang:
Rasail Media Group.
Suryadilaga, M. Alfatih. 2015. Ulumul
Hadis. Yogyakarta: Kalimedia.
[1] Abdul Majid Khon, Ilmu
Hadis Madrasah Aliyah Program Keagamaan Kelas XI, (t.k: t.p, 2010),
hlm 76.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar