Selasa, 06 Juni 2017

FILSAFAT SAINS DAN ISLAM



SAINS DAN ISLAM

A.    PENGERTIAN SAINS DAN ISLAM
Sains atau mu’alam (bahasa Inggris : natural science) adalah istilah yang digunakan dalam bidang Ilmu Pengetahuan sebagai ilmu yang merujuk kepada objek-objek yang berada di alam yang bersifat umum dan dengan menggunakan hukum-hukum pasti yang berlaku kapanpun dan di manapun. Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang berarti pengetahuan.
Sedangkan Islam dari segi bahasa, berasal dari kata aslama yang berakar dari kata salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar dari kata aslama. Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam memiliki beberapa pengertian, di antaranya adalah berasal dari “salm” (السلم) yang berarti damai, “aslama” (اسلم) yang berarti menyerah, “istaslama-mustaslimun” (استسلم-مستسلمون) yang berarti penyerahan total kepada Allah, “saliim” (سليم) yang berarti bersih dan suci., dan “salam” (سلام) yang berarti selamat dan sejahtera.
Adapun dari segi istilah, Islam adalah ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul, khususnya Rasulullah Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum atau aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

B.     HUBUNGAN SAINS DAN ISLAM
1.    Pandangan Islam terhadap Sains dan Teknologi
Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan penelitian dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam, sains dan teknologi termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini merupakan anugerah bagi manusia sebagai khalifatullah di bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
اقراء باسم ربك الذي خلق (١) خلق الانسان من علق (٢) اقراء وربك الاكرم (٣) الذي علم بالقلم (٤) علم الانسان ما لم يعلم (٥)
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq : 1-5)
Ayat lain yang mendukung pengembangan sains adalah firman Allah SWT yang berbunyi bahwa : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang –orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi ( seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran : 190-191)
Ayat-ayat di atas adalah sebuah support yang Allah berikan kepada hambanya untuk terus menggali dan memperhatikan apa-apa yang ada di alam semesta ini.

2.      Tipologi Hubungan Sains dan Islam
Di Indonesia, kajian dan pandangan tentang integrasi sains dan Islam dalam berbagai interdisiplin keilmuan masih marak dibicarakan para tokoh pendidikan. Oleh karena demikian, maka berbagai universitas mencoba memberikan perhatian khusus pada bidang kajian integrasi sains dan Islam ini. Ian G. Barbour selaku tokoh pengkaji hubungan sains dan agama telah memetakan hubungan keduanya dengan membuka kemungkinan interaksi di antara keduanya. Melalui tipologi posisi perbincangan tentang hubungan sains dan agama, dia juga berusaha menunjukkan keberagaman posisi yang dapat diambil berkenaan dengan hubungan sains dan agama terhadap disiplin-disiplin ilmiah tertentu. Tipologi ini terdiri dari empat macam pandangan yaitu: konflik, Independensi, Dialog dan Integrasi yang tiap-tiap variannya berbeda satu sama lain.
a.       Konflik
Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling bertentangan. Bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang berlawanan, sehingga orang harus memilih salah satu di antara keduanya. Masing-masing menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang bersebrangan. Sains menegasikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya hanya mengakui keabsahan eksistensi masing-masing. Adapun alasan utama para pemikir yang meyakini bahwa agama tidak akan pernah bisa didamaikan dengan sains adalah sebagai berikut: Menurut mereka agama jelas-jelas tidak dapat membuktikan kebenaran ajaran-ajarannya dengan tegas, padahal sains dapat melakukan itu.
Agama mencoba bersifat diam-diam dan tidak mau memberi petunjuk bukti konkrit tentang keberadaan Tuhan, sementara di pihak lain sains mau menguji semua hipotesis dan semua teorinya berdasarkan pengalaman.
b.      Independensi
Satu cara untuk menghindari konflik antara sains dan agama adalah dengan memisahkan dua bidang itu dalam kawasan yang berbeda. Agama dan sains dianggap mempunyai kebenaran sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain, sehingga bisa hidup berdampingan dengan damai. Pemisahan wilayah ini tidak hanya dimotivasi oleh kehendak untuk menghindari konflik yang menurut mereka tidak perlu, tetapi juga didorong oleh keinginan untuk mengakui perbedaan karakter dari setiap era pemikiran ini. Pemisahan wilayah ini dapat berdasarkan masalah yang dikaji, domain yang dirujuk, dan metode yang digunakan. Mereka berpandangan bahwa sains berhubungan dengan fakta, dan agama mencakup nilai-nilai. Dua domain yang terpisah ini kemudian ditinjau dengan perbedaan bahasa dan fungsi masing-masing.
c.       Dialog
Pandangan ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi. Diakui bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan dalam prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode sains dan agama yang dapat menujukkan kesamaan dan perbedaan.
Penganut pandangan dialog ini berpendapat bahwa agama dan sains jelas berbeda secara logis dan linguistik, tetapi dia tahu bahwa dalam dunia nyata mereka tidak bisa dikotak-kotakkan dengan mutlak, sebagaimana diandaikan oleh pendekatan independensi. Bagaimanapun juga agama telah membantu membentuk sejarah sains, dan pada gilirannya kosmologi ilmiah pun telah mempengaruhi teologi.
d.      Integrasi
Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan dialog dengan mencari titik temu di antara sains dan agama. Sains dan doktrin-doktrin keagamaan sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang beriman. Ada tiga versi berbeda dalam integrasi yaitu:
Ø  Natural Theology, mengklaim bahwa eksistensi Tuhan dapat disimpulkan dari bukti tentang desain.
Ø  Sintesis Sistematis. Integrasi yang lebih sistematis dapat dilakukan jika sains dan agama memberikan kontribusi ke arah pandangan dunia yang lebih koheren yang dielaborasi dalam kerangka metafisika yang komprehensif.
Ø  Theology of Nature, berangkat dari tradisi keagamaan berdasarkan pengalaman keagamaan dan wahyu histori.

FILSAFAT KUNO




SARI SEJARAH FILSAFAT BARAT 1
Penulis : DR. Harun Hadiwijono

FILSAFAT KUNA
1.      FILSAFAT PRA-SOKRATES
Mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Seperti yang telah dikemukakan di dalam pendahuluan, filsafat dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng-dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama, yang memberitahukan tentang asal mula segala sesuatu, baik dunia maupun manusia. Akal manusia tidak puas dengan keterangan dongeng-dongeng atau mite-mite itu, karena tidak dapat dibuktikan oleh akal. Kebenarannya hanya dapat diterima oleh iman atau kepercayaan.
Awal pergumulan akal dengan mite-mite itu terjadi pada kira-kira abad ke-6 SM. Pergumulan itu umpamanya demikian : menurut mite pelangi atau bianglala adalah seorang dewa atau dewi (menurut orang jawa : tangga tempat para bidadari turun dari sorga). Akan tetapi Kenophanes mengemukakan pendapatnya, bahwa pelangi adalah awan, sedang Anaxagoras berpendapat, bahwa pelangi adalah pemantulan matahari pada awan. Jelaslah bahwa pendapat kedua orang ini bukan karena mite, melainkan karena penggunaan akal, yang mendekati gejala pelangi dengan pikirannya. Pendekatan yang rasional demikian itu menghasilkan suatu pendapat yang dapat dikontrol, dapat diteliti akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya. Cara berpikir yang demikian inilah cara berfilsafat.
Demikianlah yang diperhatikan oleh para ahli pikir yang pertama di Miletos itu adalah alam, bukan manusia. Hanya saja harus diingat, bahwa yang dimaksud dengan alam (fusis) adalah seluruh kenyataan hidup dan kenyataan badaniyah. Jadi, perhatian mereka dicurahkan kepada apa yang dapat diamati.
Orang pertama yang melakukan penyelidikan yang demikian adalah Thales (625-545 SM). Ia termasuk orang yang disebut “tujuh orang bijak” pada waktu itu. Ketujuh orang bijak itu adalah : Thales dari Milethos, Bias dari Priene, Pittakos dari Mytilene, Soloon dari Athena, Kleoboulos dari Lindos, Khiloon dari Sparta, dan Periandros dari Korintos).
Tidak banyak yang kita ketahui tentang dia. Hanya dapat dikatakan bahwa dialah agaknya orang yang meramalkan akan adanya gerhana matahari yang memang terjadi pada tahun 585 SM. Agaknya ia juga aktif di dalam politik dan menjadi penasehat raja.
Menurut dia, asas pertama  yang menjadi asal mula segala sesuatu adalah air. Barangkali penemuannya didasarkan atas kenyataan, bahwa air dapat diamati dalam bentuknya yang bermacam-macam. Di pantai Miletos air tampak sebagai lautan yang luas, sehingga mudah orang berpikir bahwa bumi tentu keluar dari air itu dan selanjutnya terapung-apung di atasnya. Olehnya, pertama kali dicoba menghadapi masalah alam semesta semata-mata dengan akalnya.
Tokoh kedua yang mencari asas pertama alam semesta adalah Anaximandros (610-540 SM). Menurut dia, tidak mungkin bahwa asas pertama segala sesuatu itu adalah salah satu dari anasir-anasir yang menyusun alam (air). Sebab seandainya benar bahwa air adalah asas pertama segala sesuatu, air harus didapatkan juga di mana-mana, harus meresapi segala sesuatu, juga api, juga hal yang kering, dan lain sebagainya. padahal air adalah hal yang terbatas, begitu pula api. Menurut Anaximandros, asas pertama itu adalah to apeiron (yang tak terbatas). Asas pertama ini disebut demikian karena tidak memiliki sifat-sifat benda yang dikenal manusia.
Selain dua tokoh tersebut, masih terdapat tokoh-tokoh filsuf lain yang mencari asas pertama alam semesta, diantaranya adalah Naximenes, Phytagoras, Xenophanes, Herakleitos, Parmenides, Zeno,  Empedokles, dan Anaxagoras.

2.      FILSAFAT SOKRATES, PLATO, DAN ARISTOTELES
A.    Kaum Sofis dan Sokrates
Sofisme sebenarnya bukan suatu mashab, melainkan suatu aliran, suatu gerakan dalam bidang intelek. Sebutan sofis mengalami perkembangan sendiri. Sebelum abad ke 5 istilah itu berarti sarjana, cendekiawan. Pada abad ke 4 para sarjana atau cendekiawan bukan lagi disebut sofis, tetapi filosofos, filsuf, sedang sebutan sofis dikenakan kepada para guru yang berkeliling dari kotqa ke kota untuk mengajar.
Seperti halnya dengan para kaum sofis, sokrates juga memberi pelajaran kepada rakyat. Perbedaannya adalah bahwa kaum sokrates tidak memungut biaya pengajarannya. Sokrates tidak meninggalkan tulisan apa-apa. Pengetahuan kita tentang dirinya kita terima dari para muridnya. Padahal muridnya muid sokrates ada banyak sekali, yang tulisannya juga bermacam-macam tentang dia.
Cara sokrates memberikan ajarannya adalah demikian : ia mendatangi macam-macam orang (ahli politik, pejabat, tukang, dan lain-lain). Kepada mereka dikemukakan pertanyaan-pertanyaan yang mengenai pekerjaan mereka, hidup mereka sehari-hari dan lain-lainnya. Jawaban mereka pertama-tama dianalisa dan disimpulkan dalam suatu hipotese. Hipotese ini dikemukakan lagi kepada mereka dan dianalisa lagi. Demikian seterusnya hingga ia mencapai tujuannya, yaitu membuka kedok segala peraturan atau hukum-hukum yang semu, sehingga tampak sifatnya yang semu, dan mengajak orang melacak atau menelusur sumber-sumber hukum yang sejati.
Cara pengajaran Sokrates umumnya disebut dialektika, karena di dalam pengajaran itu dialog memegang peranan penting. Sebutan yang lain ialah maieutika, seni kebidanan, karena dengan cara ini Sokrates bertindak seperti seorang bidan yang menolong kelahiran bayi “pengertian yang benar”.
Dengan cara bekerja yang demikian itu Sokrates menemukan suatu cara berpikir yang disebut induksi, yaitu menyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal yang khusus.

B.     Plato (427-347)
Plato adalah filsuf Yunani pertama yang kita ketahui lebih banyak, berdasarkan karya-karyanya yang utuh. Ia dilahirkan dari keluarga yang terkemuka, dari kalangan politisi. Semula ia ingin bekerja sebagai seorang politikus, akan tetapi kematian Sokarates memadamkan ambisinya untuk menjadi seorang politikus. Selama 8 tahun ia menjadi murid Sokrates. Banyak ia bepergian sampai di Italia dan Sisilia. Setelah kembali dari pengembaraannya, ia mendirikan sekolah “Akademi” (dekat kuil pahlawan Akademos). Maksud Plato dengan mendirikan sekolah itu ialah untuk memberikan pendidikan yang intensif  dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Ia memegang pimpinan akademi itu selama 40 tahun.
Perbedaan antara Sokrates dan Plato adalah demikian : Sokrates mengusahakan adanya definisi tentang hal yang bersifat umum guna menentukan hakekat atau esensi segala sesuatu, karena ia tidak puas dengan hanya menegtahui tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan satu persatu. Plato meneruskan usaha itu secara lebih maju lagi dengan mengemukakan bahawa hakekat atau esensi segala sesuatu bukan hanya sebutan saja, tetapi memiliki kenyataan, yang lepas daripada sesuatu yang berada secara kongkrit, yang ia sebut idea. Idea-idea itu nyata ada, di dalam dunia idea.
Jadi ada dua macam dunia, yaitu dunia ini, yang serba berubah dan serba jamak, di mana tiada hal yang sempurna, dunia yang diamati dengan indera, yang bersifat inderawi, dan dunia idea, di mana tiada perubahan, tiada kejamakan (dalam arti ini, bahwa yang baik hanya satu, yang adil hanya satu dan yang indah hanya satu saja), yang bersifat kekal.

C.     Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles dilahirkan di Stageira, Yunani Utara, anak seorang dokter pribadi Raja Makedonia. Pada waktu ia berumur kira-kira 18 tahun, ia dikirim ke Athena untuk belajar pada Plato. Selama 20 tahun ia menjadi murid Plato. Setelah Plato meninggal dunia, Aristoteles mendirikan sekolah di Assos (Asia Kecil). Pada tahun 342 SM ia kembali ke Makedonia untuk menjadi pendidik Panfgeran Alexander yang Agung. Setelah Alexander menjadi raja, Aristoteles kembali ke Athena dan mendirikan sekolah di sini. Pada tahun 323 SM Alexander wafat dan timbulah huru-hara di Athena menentang Makedonia. Karena Aristoteles dituduh sebagai mendurhaka, maka ia lari ke Khalkes, tempat ia meninggal dunia pada tahun berikutnya.
Hasil karyanya banyak sekali. Akan tetapi sulit menyusun karyanya itu secara sistematis. Berbeda-beda cara orang membagi-bagikannya. Ada yang membaginya atas 8 bagian, yang mengenai : logika, filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi, dan akhirnya retorika dan poetika. Ada juga orang yang menguraikan perkembangan pemikiran Aristoteles sebagai meliputi 3 tahap, yaitu :
a.       Tahap di akademi, ketika ia masih setia kepada gurunya, Plato, termasuk ajaran Plato tentang idea;
b.      Tahap ia di Assos, ketika ia berbalik daripada Plato, mengkritik ajaran Plato tentang idea-idea serta menentukan filsafatnya sendiri;
c.       Tahap ketika ia di sekolahnya di Athena, waktu ia berbalik dari berspekulasi ke penyelidikan empiris, mengindahkan yang kongkrit dan yang individual.

3.      FILSAFAT HELENISME DAN ROMAWI
Setelah Aristoteles baru kira-kira lima abad kemudian bangkitlah pemikir yang genial seperti dia, yaitu Plotinus. Selama kira-kira lima abad itu ada juga pemikir-pemikir yang berpengaruh, akan tetapi tidak sedalam pemikiran Plato dan Aristoteles. Pokok-pokok besar yang menjadi bahan pemikiran telah membeku, yaitu tentang jiwa, tubuh, pengamatan, pemikiran dan lain sebagainya. Semuanya itu tidak lagi digali sampai sedalam-dalamnya, tetapi hanya dibicarakan dengan cara lebih atau kurang saja.
Zaman sesudah Aristoteles memang zaman yang berbeda sekali dengan zaman Aristoteles. Zaman ini adalah zaman yang baru, yang dimulai dengan pemerintahan Alexander yang Agung, zaman yang disebut zaman Helenisme.
Helenisme (yang berasal dari kata hellenizein = berbahasa Yunani, dan juga menjadikan Yunani) adalah roh dan kebudayaan Yunani, yang sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan ciri-cirinya kepada para bangsa yang bukan Yunani disekitar Lautan Tengah, mengadakan perubahan-perubahan di bidang kesusasteraan, agama dan keadaan bangsa-bangsa itu.
Pada zaman ini ada pemindahan pemikiran filsafati, yaitu dari filsafat yang teoretis menjadi filsafat yang praktis. Filsafat makin lama makin menjadi suatu seni hidup. Orang bijak adalah orang yang mengatur hidupnya menurut akal atau rasionya. Ada banyak aliran, yang semuanya berusaha menentukan cita-cita hidup manusia. Ada aliran-aliran yang bersifat etis, yang menekankan kepada persoalan-persoalan tentang kebijaksanaan hidup yang praktis, dan ada aliran-aliran yang diwarnai oleh agama. Yang termasuk aliran-aliran yang bersifat etis di antaranya adalah aliran Epikuros dan Stoa, sedang yang termasuk aliran yag diwarnai agama, di antaranya adalah filsafat Neopythagoris, filsafat Platonis Tengah, filsafat Yahudi dan Neoplatonisme.
4.      FILSAFAT PATRISTIK
Timbulnya agama Kristen pada awal abad Masehi menyebabkan fisafat di Barat menduduki tempat yang baru. Di samping hikmat hidup yang dikemukakan oleh filsafat timbulah hikmat hidup yang dikemukakan oleh agama Kristen. Keduanya bukan hidup berdampingan secara damai, melainkan berkonfrontasi.
Zaman ini disebut zaman Patristik (dari kata Latin pater = bapa; yang dimaksud ialah para bapa gereja). Zaman ini meliputi zaman diantara para Rasul (abad pertama) hingga kira-kira awal abad ke 8. Para pemikir Kristen pada zaman Patristik mengambil sikap yang bermacam-macam, yaitu ada yang menolak dan ada yang menerima filsafat Yunani tersebut.

A.    Patristik Timur
Pemikiran filsafati Kristen dimulai dengan orang-orang yang disebut para apologit, para pembela agama Kristen, yang mencoba membela iman Kristen terhadap filsafat Yunani, dengan memakai alasan-alasan yang diambil dari filsafat Yunani sendiri. Di sini ajaran para apologit hanya dibicarakan sebagai kesatuan.

B.     Patristik Barat
Sama halnya dengan zaman Patristik Timur, sejak semula ada dua macam sikap terhadap filsafat, yaitu aliran yang menolak filsafat dan yang menerimanya. Diantara tokoh-tokohnya adalah Tertullianus, Aurelius Augustinus, dan Dionisios Dari Areopagos.
FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN
            Pada awal abad ke 6, filsafat berhenti untuk waktu yang lama. Segala perkembangan ilmu pada waktu itu terhambat. Pada waktu itu ada perpindahan bangsa-bangsa, yang mengakibatkan adanya serangan-serangan bangsa-bangsa yang masih belum beradab terhadap kerajaan Romawi, sehingga kerajaan itu runtuh.
            Filsafat pada abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan arah pemikiran dunia kuna. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru sekali di tengah-tengah suatu rumpun bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa Barat. Filsafat yang baru ini disebut Skolastik.
Sebutan Skolastik mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan diusahakan oleh sekolah-sekolah, dan bahwa ilmu itu terikat pada tuntutan pengajaran di sekolah-sekolah itu. Semula Skolastik timbul di biara-biara tertua di Gallia Selatan, tempat pengungsian ketika ada perpindahan bangsa-bangsa. Sebab di situlah tersimpan hasil-hasil karya para tokoh kuna dan para penulis Kristiani. Dari biara-biara di Gallia Selatan itu pengaruh Skolastik keluar sampai di Irlandia, Nederland dan Jerman. Kemudian Skolastik timbul di sekolah-sekolah kapittel, yaitu sekolah-sekolah yang dikaitkan dengan gereja.
Sifat filsafat Skolastik adalah pengetahuan yang digali dari buku-buku diberi tekanan berat. Jagat raya memang dipelajari, akan tetapi bukan dengan menelitinya, melainkan dengan menanyakan kepada pendapat para filsuf Yunani tentang jagat raya itu. Di samping itu oang meminta pendapat tokoh-tokoh yang berwibawa mengenai hal itu.

FILSAFAT AL-QUR'AN

FILSAFAT QUR’AN
Penulis : Abbas Mahmud Al-Aqqod

Al-Qur’an dan Ilmu pengetahuan

            Ilmu pengetahuan selalu memperbarui diri seiring dengan perkembangan zaman, dan itu berlangsung menurut hukum kemajuan. Hingga sekarang ini, ilmu masih dalam keadaan antara kurang dan lengkap, antara samar dan terang, antara terpencar dan tekumpul, antara keliru dan mendekati kebenaran. Pada mulanya ilmu bersifat perkiraan, kemudian meningkat menjadi meyakinkan. Tidak jarang pula kaidah-kaidah ilmiah yang pada mulanya dianggap kokoh, kemudian ternyata menjadi goyah, yang pada mulanya dianggap mantap, kemudian menjadi goncang. Para peneliti masih terus melanjutkan eksperimen-eksperimennya terhadap berbagai kaidah ilmu pengetahuan, yang selama berabad-abad dianggap sebagai kebenaran yang tak perlu dipersoalkan lagi.
            Dari berbagai kitab aqidah (agama), orang tidak diminta menerapkan masalah-masalah ilmu pengetahuan setiap masalah tersebut timbul di dalam suatu generasi. Para penganut aqidah itu pun tidak diminta merinci ilmu dari kitab-kitabnya seperti yang biasa dilakukan di tempat eksperimen dan kamar studi. Sebab perincian ilmu pengetahuan tergantung pada upaya manusia yang disesuaikan menurut kebutuhan dan kondisi zamannya.
            Sesudah abad-abad pertengahan, banyak orang yang berbuat kekeliruan dengan mengingkari perputaran bola bumi dan peredarannya mengelilingi matahari. Sikap itu didasarkan pada pengertian yang mereka tarik dari ayat-ayat Kitab suci. Kekeliruan yang sama dibuat pula oleh orang-orang dari zaman berikutnya. Mereka menafsirkan tujuh petala langit dengan tujuh planet di dalam tata surya. Ternyata jumlah planet bukan tujuh, melainkan sepuluh. Keliru pula peryataan yang mengatakan bahwa orang-orang Eropa membuat bebagai jenis senjata modern berdasarkan ilmu pengetahuan yang mereka ambil dari Al-Qur’an, sedangkan Al-Qur’an memberi dorongan kepada kaum Muslimin :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan menurut kesanggupan kalian, dari kuda-kuda yang ditambat (untuk berperang)...” (Q.S Al-Anfal: 60)
            Bahkan ada yang mengatakan, telah beratus-ratus tahun kaum Muslimin mendengar ayat tersebut, tetapi mereka tidak membuat senjata-senjata yang demikian hebat. Padahal nyatanya, orang Eropa yang tidak pernah mendengar itu ternyata mampu menciptakan senjata-senjata yang ampuh.
            Sepatutnyalah jika orang yang pendek pikiran seperti itu dianggap sebagai orang yang bodoh. Karena mereka telah bertindak ceroboh, padahal sebenarnya mereka itu dapat berbuat baik. Terlebih-lebih lagi, karena kecaman terhadap aqidah (kepercayaan) Islam itu tanpa disadari mereka telah menjerumuskan diri sendiri ke dalam dosa.
            Hal terbaik yang dapat diminta dari Kitab aqidah di bidang ilmu adalah  dorongannya kepada manusia supaya berfikir. Di dalam al-Qur’an tidak terdapat suatu hukum yang bersifat melumpuhkan akal untuk memikirkan kandungan maknanya. Dan tidak ada pula hal yang merintangi akal untuk memperoleh tambahan ilmu pengetahuan dalam kadar seberapa luas dan dalam pun. Bagi setiap muslim, semua kemungkinan itu dijamin di dalam kitab sucinya. Hal yang sama sekali tidak terjamin di dalam kitab agama lain manapun.
            Allah SWT memperingatkan orang-orang yang mempercayai kebenaran-Nya dan yang tidak, hanya mengenai satu soal saja, yatu berfikir. Berfikir adalah suatu hal yang amat diperlukan untuk memahami semua bentuk peringatan. Diantara sekian banyak peringatan yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an ialah:
katakanlah (hai Muhammad): “sesungguhnya aku hendak memperingatkan kalian hanya tentang satu hal saja, yaitu supaya kalian menghadapkan diri kepada Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian hendaknya kalian berfikir.” (as-Saba’: 46)
“Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada kalian agar kalian berfikir.” (al-Baqarah: 219)
“Dan Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami itu (ayat-ayat) bagi orang-orang yang mengetahui.” (at-Taubah: 11)
            Jadi, Al-Qur’anul Karim adalah sejalan dengan ilmu pengetahuan, atau sesuai dengan semua cabang ilmu alam, dalam pengertian yang meluruskan aqidah. Al-Qur’an tidak menghendaki kemungkinan adanya pertentangan dan keraguan ketika terjadinya perubahan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, atau pada saat kaidah-kaidah itu mengikuti hasil penemuan baru yang merobohkan pemikiran lama, atau sewaktu bukti-bukti yang meyakinkan menghapus dugaan-dugaan yang meragukan.
            Keutamaan terbesar agama Islam ialah bahwa agama itu membuka pintu selebar-lebarnya bagi kaum Muslimin untuk memperoleh pengetahuan. Ia mendorong mereka mendalaminya dan meraih  kemajuan, menerima perkembangan baru keilmuan yang sesuai dengan kemajuan zaman. Selain itu, ia juga selalu memperbarui cara-cara untuk memperoleh penemuan-penemuan baru dan sarana-sarana pengajaran.
Wallahu A’lam Bisshowab.






FILSAFAT SAINS DAN ISLAM

SAINS DAN ISLAM A.     PENGERTIAN SAINS DAN ISLAM Sains atau mu’alam (bahasa Inggris : natural science ) adalah istilah yang di...