FILSAFAT QUR’AN
Penulis : Abbas Mahmud
Al-Aqqod
Al-Qur’an dan Ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan selalu memperbarui
diri seiring dengan perkembangan zaman, dan itu berlangsung menurut hukum
kemajuan. Hingga sekarang ini, ilmu masih dalam keadaan antara kurang dan lengkap,
antara samar dan terang, antara terpencar dan tekumpul, antara keliru dan
mendekati kebenaran. Pada mulanya ilmu bersifat perkiraan, kemudian meningkat
menjadi meyakinkan. Tidak jarang pula kaidah-kaidah ilmiah yang pada mulanya
dianggap kokoh, kemudian ternyata menjadi goyah, yang pada mulanya dianggap
mantap, kemudian menjadi goncang. Para peneliti masih terus melanjutkan eksperimen-eksperimennya
terhadap berbagai kaidah ilmu pengetahuan, yang selama berabad-abad dianggap
sebagai kebenaran yang tak perlu dipersoalkan lagi.
Dari berbagai kitab aqidah (agama),
orang tidak diminta menerapkan masalah-masalah ilmu pengetahuan setiap masalah
tersebut timbul di dalam suatu generasi. Para penganut aqidah itu pun tidak
diminta merinci ilmu dari kitab-kitabnya seperti yang biasa dilakukan di tempat
eksperimen dan kamar studi. Sebab perincian ilmu pengetahuan tergantung pada
upaya manusia yang disesuaikan menurut kebutuhan dan kondisi zamannya.
Sesudah abad-abad pertengahan,
banyak orang yang berbuat kekeliruan dengan mengingkari perputaran bola bumi
dan peredarannya mengelilingi matahari. Sikap itu didasarkan pada pengertian
yang mereka tarik dari ayat-ayat Kitab suci. Kekeliruan yang sama dibuat pula
oleh orang-orang dari zaman berikutnya. Mereka menafsirkan tujuh petala langit
dengan tujuh planet di dalam tata surya. Ternyata jumlah planet bukan tujuh,
melainkan sepuluh. Keliru pula peryataan yang mengatakan bahwa orang-orang
Eropa membuat bebagai jenis senjata modern berdasarkan ilmu pengetahuan yang
mereka ambil dari Al-Qur’an, sedangkan Al-Qur’an memberi dorongan kepada kaum
Muslimin :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan menurut
kesanggupan kalian, dari kuda-kuda yang ditambat (untuk berperang)...” (Q.S
Al-Anfal: 60)
Bahkan ada yang mengatakan, telah
beratus-ratus tahun kaum Muslimin mendengar ayat tersebut, tetapi mereka tidak
membuat senjata-senjata yang demikian hebat. Padahal nyatanya, orang Eropa yang
tidak pernah mendengar itu ternyata mampu menciptakan senjata-senjata yang
ampuh.
Sepatutnyalah jika orang yang pendek
pikiran seperti itu dianggap sebagai orang yang bodoh. Karena mereka telah
bertindak ceroboh, padahal sebenarnya mereka itu dapat berbuat baik.
Terlebih-lebih lagi, karena kecaman terhadap aqidah (kepercayaan) Islam itu
tanpa disadari mereka telah menjerumuskan diri sendiri ke dalam dosa.
Hal terbaik yang dapat diminta dari
Kitab aqidah di bidang ilmu adalah
dorongannya kepada manusia supaya berfikir. Di dalam al-Qur’an tidak
terdapat suatu hukum yang bersifat melumpuhkan akal untuk memikirkan kandungan
maknanya. Dan tidak ada pula hal yang merintangi akal untuk memperoleh tambahan
ilmu pengetahuan dalam kadar seberapa luas dan dalam pun. Bagi setiap muslim,
semua kemungkinan itu dijamin di dalam kitab sucinya. Hal yang sama sekali
tidak terjamin di dalam kitab agama lain manapun.
Allah SWT memperingatkan orang-orang
yang mempercayai kebenaran-Nya dan yang tidak, hanya mengenai satu soal saja,
yatu berfikir. Berfikir adalah suatu hal yang amat diperlukan untuk memahami
semua bentuk peringatan. Diantara sekian banyak peringatan yang difirmankan
Allah dalam Al-Qur’an ialah:
katakanlah (hai Muhammad): “sesungguhnya aku hendak memperingatkan
kalian hanya tentang satu hal saja, yaitu supaya kalian menghadapkan diri
kepada Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian hendaknya
kalian berfikir.” (as-Saba’: 46)
“Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada kalian agar
kalian berfikir.” (al-Baqarah: 219)
“Dan Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami itu (ayat-ayat)
bagi orang-orang yang mengetahui.” (at-Taubah: 11)
Jadi, Al-Qur’anul Karim adalah
sejalan dengan ilmu pengetahuan, atau sesuai dengan semua cabang ilmu alam,
dalam pengertian yang meluruskan aqidah. Al-Qur’an tidak menghendaki
kemungkinan adanya pertentangan dan keraguan ketika terjadinya perubahan
kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, atau pada saat kaidah-kaidah itu mengikuti
hasil penemuan baru yang merobohkan pemikiran lama, atau sewaktu bukti-bukti
yang meyakinkan menghapus dugaan-dugaan yang meragukan.
Keutamaan terbesar agama Islam ialah
bahwa agama itu membuka pintu selebar-lebarnya bagi kaum Muslimin untuk
memperoleh pengetahuan. Ia mendorong mereka mendalaminya dan meraih kemajuan, menerima perkembangan baru keilmuan
yang sesuai dengan kemajuan zaman. Selain itu, ia juga selalu memperbarui
cara-cara untuk memperoleh penemuan-penemuan baru dan sarana-sarana pengajaran.
Wallahu
A’lam Bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar