Selasa, 06 Juni 2017

FILSAFAT AL-QUR'AN

FILSAFAT QUR’AN
Penulis : Abbas Mahmud Al-Aqqod

Al-Qur’an dan Ilmu pengetahuan

            Ilmu pengetahuan selalu memperbarui diri seiring dengan perkembangan zaman, dan itu berlangsung menurut hukum kemajuan. Hingga sekarang ini, ilmu masih dalam keadaan antara kurang dan lengkap, antara samar dan terang, antara terpencar dan tekumpul, antara keliru dan mendekati kebenaran. Pada mulanya ilmu bersifat perkiraan, kemudian meningkat menjadi meyakinkan. Tidak jarang pula kaidah-kaidah ilmiah yang pada mulanya dianggap kokoh, kemudian ternyata menjadi goyah, yang pada mulanya dianggap mantap, kemudian menjadi goncang. Para peneliti masih terus melanjutkan eksperimen-eksperimennya terhadap berbagai kaidah ilmu pengetahuan, yang selama berabad-abad dianggap sebagai kebenaran yang tak perlu dipersoalkan lagi.
            Dari berbagai kitab aqidah (agama), orang tidak diminta menerapkan masalah-masalah ilmu pengetahuan setiap masalah tersebut timbul di dalam suatu generasi. Para penganut aqidah itu pun tidak diminta merinci ilmu dari kitab-kitabnya seperti yang biasa dilakukan di tempat eksperimen dan kamar studi. Sebab perincian ilmu pengetahuan tergantung pada upaya manusia yang disesuaikan menurut kebutuhan dan kondisi zamannya.
            Sesudah abad-abad pertengahan, banyak orang yang berbuat kekeliruan dengan mengingkari perputaran bola bumi dan peredarannya mengelilingi matahari. Sikap itu didasarkan pada pengertian yang mereka tarik dari ayat-ayat Kitab suci. Kekeliruan yang sama dibuat pula oleh orang-orang dari zaman berikutnya. Mereka menafsirkan tujuh petala langit dengan tujuh planet di dalam tata surya. Ternyata jumlah planet bukan tujuh, melainkan sepuluh. Keliru pula peryataan yang mengatakan bahwa orang-orang Eropa membuat bebagai jenis senjata modern berdasarkan ilmu pengetahuan yang mereka ambil dari Al-Qur’an, sedangkan Al-Qur’an memberi dorongan kepada kaum Muslimin :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan menurut kesanggupan kalian, dari kuda-kuda yang ditambat (untuk berperang)...” (Q.S Al-Anfal: 60)
            Bahkan ada yang mengatakan, telah beratus-ratus tahun kaum Muslimin mendengar ayat tersebut, tetapi mereka tidak membuat senjata-senjata yang demikian hebat. Padahal nyatanya, orang Eropa yang tidak pernah mendengar itu ternyata mampu menciptakan senjata-senjata yang ampuh.
            Sepatutnyalah jika orang yang pendek pikiran seperti itu dianggap sebagai orang yang bodoh. Karena mereka telah bertindak ceroboh, padahal sebenarnya mereka itu dapat berbuat baik. Terlebih-lebih lagi, karena kecaman terhadap aqidah (kepercayaan) Islam itu tanpa disadari mereka telah menjerumuskan diri sendiri ke dalam dosa.
            Hal terbaik yang dapat diminta dari Kitab aqidah di bidang ilmu adalah  dorongannya kepada manusia supaya berfikir. Di dalam al-Qur’an tidak terdapat suatu hukum yang bersifat melumpuhkan akal untuk memikirkan kandungan maknanya. Dan tidak ada pula hal yang merintangi akal untuk memperoleh tambahan ilmu pengetahuan dalam kadar seberapa luas dan dalam pun. Bagi setiap muslim, semua kemungkinan itu dijamin di dalam kitab sucinya. Hal yang sama sekali tidak terjamin di dalam kitab agama lain manapun.
            Allah SWT memperingatkan orang-orang yang mempercayai kebenaran-Nya dan yang tidak, hanya mengenai satu soal saja, yatu berfikir. Berfikir adalah suatu hal yang amat diperlukan untuk memahami semua bentuk peringatan. Diantara sekian banyak peringatan yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an ialah:
katakanlah (hai Muhammad): “sesungguhnya aku hendak memperingatkan kalian hanya tentang satu hal saja, yaitu supaya kalian menghadapkan diri kepada Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian hendaknya kalian berfikir.” (as-Saba’: 46)
“Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada kalian agar kalian berfikir.” (al-Baqarah: 219)
“Dan Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami itu (ayat-ayat) bagi orang-orang yang mengetahui.” (at-Taubah: 11)
            Jadi, Al-Qur’anul Karim adalah sejalan dengan ilmu pengetahuan, atau sesuai dengan semua cabang ilmu alam, dalam pengertian yang meluruskan aqidah. Al-Qur’an tidak menghendaki kemungkinan adanya pertentangan dan keraguan ketika terjadinya perubahan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, atau pada saat kaidah-kaidah itu mengikuti hasil penemuan baru yang merobohkan pemikiran lama, atau sewaktu bukti-bukti yang meyakinkan menghapus dugaan-dugaan yang meragukan.
            Keutamaan terbesar agama Islam ialah bahwa agama itu membuka pintu selebar-lebarnya bagi kaum Muslimin untuk memperoleh pengetahuan. Ia mendorong mereka mendalaminya dan meraih  kemajuan, menerima perkembangan baru keilmuan yang sesuai dengan kemajuan zaman. Selain itu, ia juga selalu memperbarui cara-cara untuk memperoleh penemuan-penemuan baru dan sarana-sarana pengajaran.
Wallahu A’lam Bisshowab.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FILSAFAT SAINS DAN ISLAM

SAINS DAN ISLAM A.     PENGERTIAN SAINS DAN ISLAM Sains atau mu’alam (bahasa Inggris : natural science ) adalah istilah yang di...