SAINS DAN ISLAM
A.
PENGERTIAN SAINS DAN ISLAM
Sains atau mu’alam (bahasa Inggris : natural science)
adalah istilah yang digunakan dalam bidang Ilmu Pengetahuan sebagai ilmu yang
merujuk kepada objek-objek yang berada di alam yang bersifat umum dan dengan menggunakan
hukum-hukum pasti yang berlaku kapanpun dan di manapun. Sains (science)
diambil dari kata latin scientia yang berarti pengetahuan.
Sedangkan Islam dari segi bahasa, berasal dari kata aslama yang
berakar dari kata salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar dari kata aslama.
Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam memiliki
beberapa pengertian, di antaranya adalah berasal dari “salm” (السلم) yang berarti damai, “aslama” (اسلم) yang
berarti menyerah, “istaslama-mustaslimun” (استسلم-مستسلمون) yang berarti penyerahan total kepada
Allah, “saliim” (سليم) yang berarti bersih dan suci., dan “salam” (سلام) yang
berarti selamat dan sejahtera.
Adapun dari segi istilah, Islam adalah ketundukan seorang hamba
kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul, khususnya
Rasulullah Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum
atau aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus,
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
B.
HUBUNGAN SAINS DAN ISLAM
1.
Pandangan Islam terhadap Sains dan Teknologi
Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa Islam
tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat
mendukung umatnya untuk melakukan penelitian dan bereksperimen dalam hal
apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam, sains dan teknologi termasuk
ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah
yang tersebar di alam semesta ini merupakan anugerah bagi manusia sebagai
khalifatullah di bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya
dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang berbunyi
:
اقراء باسم ربك الذي خلق (١) خلق الانسان من علق (٢) اقراء وربك
الاكرم (٣) الذي علم بالقلم (٤) علم الانسان ما لم يعلم (٥)
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq : 1-5)
Ayat lain yang mendukung pengembangan sains adalah firman Allah SWT
yang berbunyi bahwa : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
yaitu orang –orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (
seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali
Imran : 190-191)
Ayat-ayat di atas adalah sebuah support yang Allah berikan kepada
hambanya untuk terus menggali dan memperhatikan apa-apa yang ada di alam
semesta ini.
2.
Tipologi Hubungan Sains dan Islam
Di Indonesia, kajian dan pandangan tentang integrasi sains dan
Islam dalam berbagai interdisiplin keilmuan masih marak dibicarakan para tokoh
pendidikan. Oleh karena demikian, maka berbagai universitas mencoba memberikan perhatian
khusus pada bidang kajian integrasi sains dan Islam ini. Ian G. Barbour selaku
tokoh pengkaji hubungan sains dan agama telah memetakan hubungan keduanya
dengan membuka kemungkinan interaksi di antara keduanya. Melalui tipologi
posisi perbincangan tentang hubungan sains dan agama, dia juga berusaha
menunjukkan keberagaman posisi yang dapat diambil berkenaan dengan hubungan
sains dan agama terhadap disiplin-disiplin ilmiah tertentu. Tipologi ini
terdiri dari empat macam pandangan yaitu: konflik, Independensi, Dialog dan
Integrasi yang tiap-tiap variannya berbeda satu sama lain.
a.
Konflik
Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang
saling bertentangan. Bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang
berlawanan, sehingga orang harus memilih salah satu di antara keduanya.
Masing-masing menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang
bersebrangan. Sains menegasikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya.
Keduanya hanya mengakui keabsahan eksistensi masing-masing. Adapun alasan utama
para pemikir yang meyakini bahwa agama tidak akan pernah bisa didamaikan dengan
sains adalah sebagai berikut: Menurut mereka agama jelas-jelas tidak dapat
membuktikan kebenaran ajaran-ajarannya dengan tegas, padahal sains dapat
melakukan itu.
Agama mencoba bersifat diam-diam dan tidak mau memberi petunjuk
bukti konkrit tentang keberadaan Tuhan, sementara di pihak lain sains mau
menguji semua hipotesis dan semua teorinya berdasarkan pengalaman.
b.
Independensi
Satu cara untuk menghindari konflik antara sains dan agama adalah
dengan memisahkan dua bidang itu dalam kawasan yang berbeda. Agama dan sains
dianggap mempunyai kebenaran sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain,
sehingga bisa hidup berdampingan dengan damai. Pemisahan wilayah ini tidak
hanya dimotivasi oleh kehendak untuk menghindari konflik yang menurut mereka
tidak perlu, tetapi juga didorong oleh keinginan untuk mengakui perbedaan
karakter dari setiap era pemikiran ini. Pemisahan wilayah ini dapat berdasarkan
masalah yang dikaji, domain yang dirujuk, dan metode yang digunakan. Mereka
berpandangan bahwa sains berhubungan dengan fakta, dan agama mencakup
nilai-nilai. Dua domain yang terpisah ini kemudian ditinjau dengan perbedaan
bahasa dan fungsi masing-masing.
c.
Dialog
Pandangan ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan
interaksi yang lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi.
Diakui bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan,
bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam
membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan dalam prediksi metode
dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan membandingkan metode
sains dan agama yang dapat menujukkan kesamaan dan perbedaan.
Penganut pandangan dialog ini berpendapat bahwa agama dan sains
jelas berbeda secara logis dan linguistik, tetapi dia tahu bahwa dalam dunia
nyata mereka tidak bisa dikotak-kotakkan dengan mutlak, sebagaimana diandaikan
oleh pendekatan independensi. Bagaimanapun juga agama telah membantu membentuk
sejarah sains, dan pada gilirannya kosmologi ilmiah pun telah mempengaruhi
teologi.
d.
Integrasi
Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada
pendekatan dialog dengan mencari titik temu di antara sains dan agama. Sains
dan doktrin-doktrin keagamaan sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber
koheren dalam pandangan dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh
melalui sains diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang
beriman. Ada tiga versi berbeda dalam integrasi yaitu:
Ø Natural Theology, mengklaim bahwa eksistensi Tuhan dapat
disimpulkan dari bukti tentang desain.
Ø Sintesis Sistematis. Integrasi yang lebih sistematis dapat
dilakukan jika sains dan agama memberikan kontribusi ke arah pandangan dunia
yang lebih koheren yang dielaborasi dalam kerangka metafisika yang
komprehensif.
Ø Theology of Nature, berangkat dari tradisi keagamaan berdasarkan
pengalaman keagamaan dan wahyu histori.